Jiwa Kecil

Ada sebuah pertanyaan yang seringkali muncul dalam diri sendiri tentang kenapa sih lebih suka bergaul dengan orang-orang yang usianya lebih tua? Kenapa lebih nyaman ngobrol sama mereka dibandingkan ngobrol dengan yang seumuran atau dibawahnya? Jawabannya simpel, karena aku tidak ingin dewasa. Perkataanku bukanlah panutan yang patut mereka contoh, dan apa yang aku bicarakan belum tentu itu telah aku lakukan. Sama dengan membohongi diri sendiri, aku tidak ingin berpura-pura dewasa disaat jiwaku ini masih banyak lukanya. Masih terperangkap dalam jiwa kecil yang masih belajar merangkak. 

Beberapa part dalam kehidupan yang berhasil aku jalani, ada part dimana aku bisa menjadi seseorang yang dewasa. Bisa memberikan motivasi tentang hidup bukan hanya pada diri sendiri, tapi juga untuk orang lain. Dalam part tersebut aku berperan dewasa, menerima apa yang mereka ceritakan lalu memberikannya solusi seakan-akan aku menjadi orang ahli di sana. Tapi percayalah itu hanya kebohongan belaka. Tidak pernah ada aku yang dewasa, itu hanya dimensi lain disaat aku sedang berpura-pura menjadi diriku yang lain. 

Tidak dipungkiri jika setiap manusia memiliki dua sisi yang berbeda. Mereka tampil, memperlihatkan diri mereka yang sesungguhnya hanya di tempat mereka merasa nyaman menjadi diri mereka sendiri. Sisanya, mereka hanya bersandiwara. Jangan percaya jika aku berkata bijak. Jangan percaya jika aku berkata aku telah dewasa. Karena itu semua bohong. Semua orang boleh menilaiku dewasa, karena dari segi umur pun sudah dalam masa 'quarter life crisis'. Tapi usia bukan jaminan karena yang paling mempengaruhi kedewasaan seseorang adalah 'experience'. 

Semakin panjang jalan hidup yang kita lalui. Semakin banyak rintangan yang coba kita taklukkan, semakin level kedewasaan yang kita punya. Jika diminta memberi rating kira-kira rating dari 1-10 berapa kedewasaan kalian? Kalau aku mungkin masih di angka 5. Aku hanya pandai membual lewat kata-kata. Aku masih suka bermain, berkhayal, dan apapun yang bisa membuatku merasa tenang. Aku bahkan belum bisa mengenali diriku sendiri, aku masih sibuk bertanya sebenarnya aku ini siapa? Kenapa belum bahagia? Kenapa masih sering menangis? Kenapa? Kenapa? dan kenapa? Padahal hidup bukan sebuah pertanyaan. Tugas kita hidup bukan untuk mencari jawaban A, B, C, dan seterusnya. Hidup ini kualitatif bukan kuantitatif yang bisa diukur lewat data. 

Pernah mendengar ini, 'angin tak ada ktp-nya'. Memang benar angin itu bergerak sama dengan diri kita. Dunia mencatat kita lahir dimana, tanggal berapa, di ktp tercantum itu semua. Tapi apakah ktp itu bisa mengukur sudah seberapa angka kedewasaan kita? Tidak kan. Karena ktp hanya menunjukkan data diri kita, termasuk usia. Tapi jiwa kecil yang bersemayam dalam diri kita, apakah mereka bisa diukur usianya? Tidak. Karena jiwa tidak pernah dilahirkan, yang terlahir ke dunia ini hanya fisiknya. 

Jiwa akan dewasa jika mental kita juga dewasa, kalau mental kita kerdil maka jiwa itu juga akan kerdil. Maka kita semua harus percaya bahwa di dalam diri kita ada jiwa yang hidup, yang harus kita rawat dan jaga. 'Inner child' jiwa anak kecil yang ada di dalam diri kita. Jiwa yang tidak akan pernah dewasa jika kita tidak bisa mengajaknya untuk dewasa. Parahnya, merawat inner child itu jauh lebih sulit, dibandingkan merawat seorang balita. 

Balita bisa tumbuh dengan baik hanya dengan kasih sayang dan asi. Tapi inner child tidak bisa, ia harus tumbuh dengan perhatian. Dipeluk, disayang, perlakukan mereka dengan selembut mungkin sampai mereka siap untuk dewasa tanpa memikul luka di pundaknya. Sedikit saja goresan dan luka yang tertoreh, akan membutanya sulit untuk bangkit. Apa akibatnya? Mereka akan selamanya menjadi anak kecil yang membutuhkan kasih sayang dan perlindungan. Mereka tidak siap menjadi dewasa, mereka tidak siap menghadapi masalah.

Aku, kalian, kita semua menggendong jiwa kecil itu selama kita masih hidup di dunia. Sadar atau tidak, kita semua akan menjadi orang tua. Jangan menjadi jahat karena menuruti ego, tidak apa-apa jika kita belum mampu menjadi dewasa. Karena pada dasarnya jiwa kecil yang kita bawa masih perlu dibahagiakan. Aku tahu, bahwa tidak gampang untuk menjadikan jiwa kita itu dewasa. Akan tetapi, kelak jangan mengulangi apa yang pernah kita rasakan hanya untuk membalas dendam atas apa yang dulu kita rasakan. 

Tidak semua orang beruntung diberikan keluarga yang mendukung. Aku sampai sekarang masih belum bangkit, aku masih berdiam diri di fase dimana aku merasa aku nyaman berada di sana. Ini bukan pilihan, tapi aku sedang membujuk jiwa kecil yang ada dalam diriku untuk 'ayo kita melangkah ke depan. Tidak perlu buru-buru, kita bisa jalan pelan-pelan'. Aku tahu bertapa sakit dan perihnya menahan luka sendirian, tapi sesungguhnya yang paling terluka adalah jiwa kecil kita. Jangan mencaci diri kita sendiri, saat kita gagal mencapai pada satu fase. 

Pilihan hidup tidak bisa kita pilih saat kita berada di kandungan. Kita hanya bisa menjalaninya sampai kita sadar bahwa ini adalah hidup yang harus kita revisi alurnya. Tidak semua orang beruntung diberikan orang tua yang telah dewasa dan siap menjadi orang tua. Ada yang kurang beruntung, termasuk aku. Aku tidak hidup bergelimang kasih sayang, tapi aku hidup dengan penuh perjuangan untuk mengajak inner child ku move on. Kenapa? Karena terlalu menyakitkan untuk berada di fase berjuang sendirian, disaat orang tua menjatuhkan mentalku habis-habisan. 

Aku tidak menyebut mereka jahat, karena sesungguhnya mereka juga manusia biasa yang pernah merasakan kesakitan. Memberikannya padaku untuk merasakan apa yang mereka rasakan. Jiwa kecil mereka masih terluka, tapi mereka mencoba menjadi orang tua. Meskipun caranya salah, tapi mereka sudah survive. Tidak ada hakim yang lebih adil dari Tuhan, jadi biarkan apa yang sudah berlalu. Sekalipun belum berdamai, setidaknya aku bisa pelan-pelan menyembuhkan luka secara perlahan. 

Pasir di lautan tak akan selamanya meninggalkan jejak kaki seseorang, ia akan menghapusnya dalam sekali sapuan. Yang terpenting adalah sembuh dulu. Urusan gimana nanti, biarkan saja mengikuti alur. So, ini hanyalah sebuah cerita. Bukan, ini keluhan. Bukan juga, ah tidak tau aku harus menyebutnya apa. Intinya, ini hanyalah sebuah pikiran yang tiba-tiba bersemayam di kepalaku. Sedikit ringan jika aku menumpahkannya disini. Ya, begitulah kira-kira.


See you 🩷

Komentar

Postingan Populer