KATA : Isi Hati

Aku punya mulut, tapi tak pandai bicara. Aku lebih banyak diam, membiarkan mataku lebih banyak bekerja. Aku memang tak suka omong kosong, bahkan basa basi hanya sekedar sandiwara yang selalu ingin aku sudahi. Ayahku bilang aku kurang pergaulan, bicaraku kaku, bahkan sering tak menghormati saat diajak bicara. Tanpa yang sebenarnya orang lain tahu, aku hanya sedang menjaga bicaraku. Karena lisan terkadang lebih tajam daripada belati. Tak apa, bila lidahku tak ku asah untuk pandai bicara, setidaknya aku masih punya tangan yang bisa ku gunakan untuk menulis isi pikiran dan hati.

Dalam hidup yang hanya sekali ini, aku lebih banyak menyuarakan perasaan lewat tulisan. Karena terkadang, saat aku mencoba untuk bicara, aku malah bingung mencari dimana kata yang pantas untuk aku ucapkan dengan sepadan. Perasaan, pikiran, dan kata hati, hanyalah kalbu yang sulit untuk digenggam. Perasaan itu pasti ada, namun tak cukup untuk sering diwujudkan dalam sebuah kata. Aku hanya pandai merasakan, tapi tidak dengan mengungkapkan.

Suatu hari, aku pernah berpikir bagaimana caranya membuat orang lain mengerti akan isi hati yang aku coba jabarkan dalam kata. Namun dikemudian hari, aku memilih untuk berhenti, karena jawabannya tidak akan pernah ada. Isi hati manusia hanya dirinya dan Tuhan yang tahu, orang lain tidak perlu dan tidak akan pernah memahami itu. Jadi untuk apa menciptkan lelah pada diri sendiri untuk bicara, bila pada hakikatnya perasaan dan pikiran milik masing-masing dan tak dapat dinikmati bersama-sama.

Saat orang lain gemar bercerita, berbagi rasa untuk melegakan beban di jiwa, aku justru tak ingin menceritakan banyak hal. Biarlah semua perasaan terpendam sebagai beban, karena setidaknya jemariku tak pernah tinggal diam. Saat orang lain butuh didengar, aku hanya butuh menulisnya, karena dengan begini skenario usang yang ada dalam pikiran dapat tercurahkan. 

Tak apa bila orang lain menilaiku tak punya kehidupan yang berwarna, karena aku sudah pernah berada di masa itu. Sekarang aku sudah tidak butuh masa-masa itu, karena yang aku inginkan dalam hidup saat ini hanyalah ketenangan. Hidupku sudah terlalu berisik sejak dulu, maka aku sudah tak ingin menambahnya. Aku hanya ingin menjalani sisa hidup bersama tulisan-tulisan ini, sampai nanti Tuhan mengatakan cukup. Terdengar seperti sangat putus asa bukan? memang iya, tapi aku masih ingin hidup.


Komentar

Postingan Populer