Kisah Anak Perempuan (3)
Tumpuan paling dasar sekaligus yang paling kuat bagi seorang anak perempuan terletak pada kedua orang tuanya. Tak peduli seberapa besar beban-beban selanjutnya, rasanya akan menjadi ringan jika ada orang tua yang menompang. Tapi sayangnya, tak semua anak perempuan seberuntung itu. Tak semua anak perempuan memiliki tumpuan itu.
Ada seorang anak perempuan, yang harus selalu berusaha berdiri dengan kakinya sendiri. Sekalipun terseok ia selalu menolak untuk ditolong. Kenapa? karena hati nuraninya telah mati. Siapa pembunuhnya? mereka, yang terlampau jahat membiarkan anak perempuannya menahan sakit sendirian.
Anak perempuan kecil itu, sudah biasa diperlakukan tak adil. Sudah biasa dicaci maki. Sudah biasa dihakimi oleh orang tuanya sendiri. Keluarga. Harusnya tempat bernaung paling nyaman. Nyatanya hanya sebuah bangunan tempat berteduh dari terik dan hujan.
Lalu mengapa tetap pertahan? pertanyaan yang bodoh. Kalian fikir anak perempuan kecil itu lahir dimana, berorangtuakan siapa, tingggal dengan siapa, apa mereka bisa memilih? tidak. Mereka hanya menjalani takdir yang telah mereka mampukan untuk dijalankan.
Ibarat sebuah buku, kelahiran adalah prolog dalam kehidupan ini. Juga inilah yang sedangg anak perempuan kecil itu perjuangkan. Menerima takdir, lalu menjalankannya hingga akhir. Pertanyaan apakah mereka mampu? tentu tidak. Jika mereka berjalan sendirian, tanpa diberi makan dan kasih sayang.
Lalu apakah setiap anak perempuan makan dengan kenyang? belum tentu. Tergantung sebagai siapa dia dilahirkan. Anak konglomerat kah? atau justru anak orang paling melarat. No! tapi ini bukan tentang makanan tapi tentang kasih sayang.
Dear, para orang tua.
Pernahkah kalian dulu menangis semasa meminta pada Tuhan untuk diberikan keturuan? Lalu kenapa ketika telah benar-benar diberikan kalian justru mencubitnya sampai menangis. Memar hingga menghitam, bahkan kalian buat darah keluar.
Mengapa bisa seburuk itu kalian memperlakukan permata yang pernah Tuhan beri. Permata itu yang pernah kalian minta dengan menangis. Ia datang sebagai sebuah kehidupan, tapi kalian biarkan mentalnya berantakan.
Taukah kalian? jika sebenarnya kalian tidak membesarkan hanya seorang anak perempuan. Tapi lengkap dengan mental yang harus kalian dewasakan. Mental anak perempuan lebih ciut daripada anak lelaki. Mereka lemah, mereka ringkih, dan kalian tahu hidupnya tak punya pilihan. Mereka harus selalu patuh dengan aturan.
Apa kalian fikir mereka senang? coba sekali saja kalian tanya kabarnya, sudahkah ia bahagia hari ini?
Tolong, jangan hancurkan impiannya berkali-kali. Karena tanpa mimpi, anak perempuan hanya sebuah boneka yang kebetulan ditiupkan nyawa oleh Tuhan.
Tolong jangan disakiti lagi, karena sekali hatinya mati, sekali itu pula anak perempuan hidup diantara kalian. Selebihnya hanya sebuah boneka. Yang tak lagi bisa berkata apa maunya. Apa keinginanya, dan apa yang menjadi impiannya.
Kalian tidak akan pernah tau lagi. Sebab, mental yang telah kalian asuh beserta anak perempuan itu perlahan akan dewasa. Jika ia dewasa dengan luka maka seumur hidupnya ia akan cacat. Bukan fisik melainkan hati.
Mencegah lebih baik mengobati bukan? jika sudah terlanjur. Tinggal nikmati saja. Ibarat pohon, mereka yang telah kalian tanam dan kalian rawat hingga besar. Entah buahnya manis atau pahit, tergantung pupuk seperti apa yang kalian berikan.
Mereka tidak bersalah.
Mereka hidup karena Tuhan.
Akan mati juga karena Tuhan.
See You 💓
Komentar
Posting Komentar