TOXIC 😈

Ya mau gimana ya, dari dulu udah ngerasa hidup sendirian. Punya orang tua lengkap tapi nggak bisa dijadiin sandaran. Punya saudara rasanya juga udah kayak nggak punya saudara. Ya udah, memang dari dulu terbiasa ngelaluin semuanya sendiri

Pandangan orang itu simpel, kalau orang senyum dianggapnya bahagia. Kalau orang ketawa dinilainya hidupnya ceria. Tapi pandangan manusia itu terbatas, mereka hanya bisa melihat apa yang masuk di radar mereka. Selebihnya nggak akan bisa dilihat.

Seperti halnya aku, mungkin ada yang kenal aku ceria. Ada juga yang kenal aku judesnya. Tapi nggak ada yang kenal sedihnya aku. Ya karena aku nggak berusaha menunjukkannya, kalau sampai mereka melihat berarti mereka dekat. Dekat dalam artian jarak, bukan dekat karena saling memahami. Karena sampai sekarang kepercayaan itu sulit tumbuh.

Perasaanku sekarang ada di tahap hambar. Mau orang mau benci aku, mau mereka mencintai aku bagiku sama aja. Karena nggak ada kepercayaan yang sampai tumbuh. Kayak, ketika aku coba percaya sama orang lain bahkan keluarga sendiri malah lebih sering keduluan kecewanya. Jadi yaudah, ibarat kepercayaan yang baru kuncup udah layu lagi.

Dari kecil ya memang sudah terbiasa merasakan seperti ini. Sampai sekarang kadang aku bingung, sebenernya aku hidup untuk siapa? Belajar mati-matian sampai kejar gelar sarjana buat siapa? Toh mereka nggak pernah melihat itu. Dipuji sekali aja sama orang tua sendiri itu aja nggak pernah. Jadi buat siapa? Kalau nggak buat diri sendiri.

Nahan untuk nggak GILA aja udah hebat banget loh. Siapa coba yang bisa betah tinggal di rumah yang isinya TOXIC semua? Nggak ada.

Rumah ini tuh udah kayak panggung sandiwara, semua orang pakai topeng untuk nutupin wajah asli mereka. Di luar sana baik banget, tuturnya lembut banget. Tapi aslinya buruk! Kayak rahwana. Di dalam rumah mereka kayak lagi syuting sinetron. Kalau moodnya baik ya senyum, kalau lagi buruk ya misuh-misuh.

Komentar

Postingan Populer