Episode Terakhir
Seperti memutar kaset rusak, kadang tersendat namun membutuhkan waktu untuk benar-benar rusak. Ibarat video lama yang terus diputar berulang. Berisi beragam kenangan, pahit, manis, susah, dan sulit. Saat itu mungkin biasa saja, tidak menangis juga tidak tertawa hanya diam. Tapi suatu ketika ingatan itu kembali, otomatis beputar berulang. Menampilkan kilas-kilas kejadian yang menyakitkan. Air mata jatuh perlahan. Menyesal, bukan karena ingin memperbaiki semuanya. Namun, menyesal kenapa semua itu harus terjadi? dan kenapa tidak amnesia saja setelah itu? akan jauh lebih baik untuk tidak mengingat semuanya.
Masa-masa menyenangkan menjadi anak kecil berubah menjadi bencana. Tawa-tawa merdu berubah jadi sendu. Hari yang ramai berubah menjadi mencekan, seram, sunyi seperti tak berpenghuni. Di pojok yang menjadi saksi, anak kecil menangis sangat lirih. Ia menutup rapat mulutnya agar tak terdengar siapa-siapa. Kenapa? karena tak mau orang lain menatapnya iba. Keesokan harinya seperti biasa ia tersenyum menatap dunia, memandang langit seraya berharap suatu saat ia bisa terbang keatas sana meninggalkan bumi yang durjana berisi manusia-manusia tak berhati nurani.
Sungguh malang anak kecil itu, raganyaa masih kecil, jiwanya di tuntut untuk dewasa, otaknya terpaksa menyimpan memori kelam dan bayangan mata tajam yang terarah kepadanya. Ia sangat takut, tapi kemana ia bisa berlari. Semua pintu seakan terkunci dengan rapat, pilihannya hanya satu meringkuk di kamar gelap dengan selembar selimut berharap tubuhnya bisa sedikit hangat. Ia rindu di peluk, ia rindu di dekap, di kecup, tapi ia memeluk tubuhnya sendiri.
Anak kecil yang begitu kuat, perlahan beranjak dewasa. Dengan semua kepalsuan ia menghadapi dunianya, berharap suatu saat ia bisa sampai pada episode terakhir dimananya hidupnya akan benar-benar berakhir. Semuanya usai seperti novel yang pernah ia baca. Sad or happy ending??
Komentar
Posting Komentar